- Berapakah pH larutan 0,74 gram Ca(OH)2 (Ar Ca=40,O=16 dan H=1) dalam 500 ml larutan adalah....
A. 2 –log 4 D.
12 –log 4
B. 2 +log 4 E. 12 +log 4
C. 11–log 4
C. 11–log 4
- Pada pereaksi HCL + H2O H3O+ + Cl- pasangan asam basa yang tepat adalah...
A. HCl dan Cl- D.H3O+
dan Cl-
B. H2O dan H3O+ E. H2O dan Cl-
C. HCl dan H3O+
- Berapakah konsentrasi ion [OH-] dalam larutan Ba(OH)2 0.01M....
A. 0,02 M D. 1 M
B. 0.1 M E.
0,01 M
C. 0.2 M
PRAKTIKKUM
KIMIA
BALON YANG
DAPAT MENIUP SENDIRI
NAMA : DWI WAHYU SETIAWATI NINGSIH
KELAS : XI IPA AKSELERASI
ABSEN : 04
SMAN 2 SELONG
JL.
TGKH M ZAINUDDIN ABDUL MAJID no.01 telp:(0376)21142
BAB I
1.1
Tujuan.
Untuk mengetahui gas yang
terbentuk dari pencampuran asam dan basa yaitu asam cuka dan soda kue.
1.2Latar Belakang.
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2.
Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH,
atau CH3CO2H.
Larutan asam asetat dalam air
merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian
menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan
sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga
sering digunakan sebagai pelunak air.
Natrium
bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus
NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa
ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.
Senyawa ini disebut juga baking soda
(soda kue), Sodium bikarbonat, natrium hidrogen karbonat, dan
lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium
bikarbonat larut
dalam air.
Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang".
Senyawa yang bersifat asam
yang dicampurkan dengan senyawa basa akan menghasilkan senyawa yang
netral.Untuk membuktikan hal tersebut di lakukan percobaan senyawa asam lemah
pada larutan asam cuka (CH3COOH) dengan senyawa basa kuat pada
larutan soda kue (NaHCO3) .
Setahun Di Kota Kecil
Guna Sitompul
Nana memilih bekerja di Kota Kecil, tak
hanya untuk membuktikan kepada teman-temannya bahwa ia sanggup, tapi juga ingin
tahu, apakah ia istimewa di hati ayahnya….
Nana tidak pernah mengkhawatikan posisinya
di bank tempatnya bekerja. Hal yang paling merisaukannya, apabila dia tidak
bisa lagi menulis. Di mana pun dia berada, asal dapat menulis, hal lainnya
dapat ditoleransi. Nana dan rekan seangkatannya — semuanya dua puluh lima orang
— karyawan baru di Bank Nasional. Setelah melewati masa pelatihan selama
sebelas bulan, mereka ditempatkan di cabang-cabang bank di daerah.
Nana memilih Kota Kecil di Sumatra, karena
merupakan tanah leluhurnya. Keluarga besarnya bermukim di sana. Sebenarnya,
Nana bisa memilih kantor pusat, karena bosnya sangat membutuhkan tenaga analis
seperti dirinya.
Selama pelatihan, dialah satu-satunya orang
yang beruntung karena bisa magang di kantor pusat. Hal ini tak terlepas dari
latar belakang pendidikannya, strategi manajemen. Kepala bagian pelatihan menilai
Nana cenderung berpikir secara konseptual ketimbang secara teknis. Alasan
inilah yang membuat Nana mendapat kesempatan magang di kantor pusat, di mana
kebijakan-kebijakan disusun secara konseptual.
Tapi, toh, Nana memilih Kota Kecil dengan
berbagai pertimbangan yang sebelumnya telah dibicarakannya dengan Pak Adi,
mantan dosennya di universitas. Ia ingin tahu bagaimana rasanya bekerja
berhadapan langsung dengan nasabah, selain tentu saja ingin lebih dekat dengan
keluarga besarnya.
“Ibu saya pendiam, Ayah suka mengatur.
Mungkin mereka pasangan yang cocok. Ah, entahlah. Tapi, pada dasarnya, saya
kurang mengenal mereka. Dari kecil saya tinggal dengan Ompung, nenek dari pihak
Ibu, sampai beliau meninggal lima tahun lalu. Ayah jarang berbicara dengan anak
perempuannya. Ia lebih dekat dengan adik laki-laki saya. Sungguh, saya sangat
ingin lebih mengenal keluarga besar saya.” Pak Adi mendengarkan cerita Nana
sambil menekuk tangannya. Matanya yang teduh dan wajah ramahnya mendorong
mahasiswa bercerita terbuka kepadanya.
“Akan ada mutasi di kantor, Pak. Saya bisa
saja memilih kota metropolitan, tapi lowongan di Kota Kecil, tempat kelahiran
saya, rasanya lebih menarik. Ada baiknya jika saya bertugas di sana. Saya punya
waktu untuk mengenal keluarga lebih dekat,” Nana melanjutkan. Matanya
menerawang, memandang ke sekeliling ruangan Pak Adi, sesuatu yang selalu
dilakukannya bila dia ingin menangis. “Saya ingin tahu, apakah ada tempat yang
istimewa bagi saya di dalam hati Ayah,” Nana akhirnya berkata pelan sembari membuang
mukanya, agar tidak tampak seperti orang yang bersedih.
Pak Adi memberi jawaban setelah menunggu
emosi Nana reda. “Ikutilah kata hatimu, Nak. Saya termasuk orang yang mengikuti
kata hati. Walau terkadang yang saya lakukan itu tidak selalu yang terbaik,
setidaknya dengan mengikuti kata hati, saya jujur pada diri sendiri.”
“Oh, ya. Ada hal lain lagi, Pak! Sebenarnya
saya juga bertaruh dengan teman-teman di kantor pusat. Mereka bilang, saya
tidak mampu bertahan di kantor cabang selama satu tahun. Mereka bilang, saya
sangat kaku dan tidak ramah. Mereka bahkan mengatakan, seminggu pun saya tidak
tahan, karena saya akan bertemu dengan banyak nasabah yang memiliki beragam
karakter!” Nana cemberut, membuat Pak Adi geli melihatnya. Dibayangkannya wajah
gadis itu ketika digoda teman-teman sekantornya. Pasti dia cemberut seperti
saat ini!
“Saya benar-benar merasa dilecehkan, Pak.
Kemampuan inteligensi saya dipertanyakan. Saya ingin membuktikan, bahwa saya
mampu bekerja di kantor cabang dan menghadapi nasabah dengan berbagai sifat.
Bukan hanya seminggu atau dua minggu, tapi satu tahun penuh! Saya yakin, saya
pasti mampu!”
Kalau saja Nana dapat menyemburkan api
seperti naga, pastilah Pak Adi sudah terbakar. Yang jelas, mantan dosennya itu
hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa lucu, karena tampaknya
Nana tidaklah membutuhkan jawaban lagi darinya. Gadis itu sudah mengambil
keputusannya sendiri!
Akhirnya, Nana bertugas ke Kota Kecil. Ia
sempat menyesali keputusannya, karena merasa akan masuk ke dalam mulut harimau
yang siap melumat dirinya Tapi, Eve, salah seorang mentornya yang selalu
berusaha memahami dirinya yang kaku, sudah membekalinya banyak hal. Bahkan, Eve
meminta Bebe — seorang teman seangkatannya ketika diterima bekerja di bank,
yang kebetulan bertugas di Kota Kecil— untuk membantu Nana.
Senandung Musim Gugur
Rahmat H. Cahyono
Di kelas, Lia tetaplah kyosu, dosen yang harus dihormati. Di
luar, bolehlah para mahasiswa itu menganggapnya onni atau nunna, kakak wanita
yang galak, tapi tetap dekat dengan mereka.
etika Lia keluar aparte pagi itu, hidungnya langsung menyergap aroma udara sejuk awal musim gugur. Ya, musim gugur telah merentangkan sayap-sayapnya di semenanjung Korea, mengubah warna daun-daun yang semula hijau menjadi kuning kemerahan, untuk kemudian rontok satu per satu. Entah dari mana munculnya perasaan ringan dan keriangan di dalam hatinya itu. Udara seolah bertabur konfeti dari pesta ulang tahun ke-17 seorang dara.
Ia memalingkan wajahnya ke arah matahari yang bersinar lembut keperakan. Membiarkan matahari mengulurkan sinarnya untuk menyentuh kulit wajahnya yang halus dan dihiasi sepasang mata yang begitu hidup dan bercahaya, bibir yang seolah selalu tersenyum, pipi yang kemerahan, dan hidung yang menguatkan kesan manis pada wajahnya. Wajah seorang wanita Jawa yang menjelma sebagai merpati yang berani terbang jauh, sendiri, meninggalkan negerinya di lingkar khatulistiwa.
Awan putih seperti kapas berarak di pucuk-pucuk langit yang seolah diselimuti warna ganih. Ia mengancingkan blazernya. Udara sejuk ini ih hitam yang semula disangkanya masih kerabat gagak di Jawa--yang terbang melintas terdengar. Orang Korea percaya, bila burung itu bersuara, pertanda orang yang dirindukan akan tiba. Persis seperti orang-orang tua di Jawa dulu mengatakan akan ada tamu yang datang jika ada kupu-kupu yang tersasar masuk ke dalam rumah. Ah, Korea, Indonesia, sama saja.
Lia menarik napas dalam-dalam. Baru beberapa minggu lalu ia merasakan sengatan matahari musim panas di semenanjung Korea yang dirasakannya lebih panas daripada Jakarta. Sekarang ia sudah harus mengenakan baju kerja yang lebih tebal untuk menahan serbuan udara yang berubah menjadi lebih sejuk dan berangin.
Wanita muda itu melangkahkan kakinya menuju kampus tempatnya mengajar. Ini semester keduanya di Korea Selatan. Beberapa bulan lalu ketika pertama kali tiba di kota ini, ia langsung jatuh cinta begitu melihat kampus itu. Letaknya yang unik, diapit oleh perbukitan hijau yang mengelilinginya, memanjakan mata Lia yang terbiasa dengan datarnya pemandangan metropolitan seperti Jakarta yang dibangun tanpa perencanaan dan tatakota yang matang. Sebentar lagi pemandangan kehijauan di sekitar kampusnya itu akan berubah, seiring dengan tibanya musim gugur. Daun-daun mulai berubah warna, untuk kemudian rontok seiring udara yang semakin dingin. Kecuali pinus, tentunya, yang perkasa melintasi musim demi musim.
Musim gugur konon melekatkan orang pada kenangan yang menyertai perjalanannya. Begitu pula dengan Lia, sambil berjalan menuju kampus, kenangan demi kenangan mencuri muncul di benaknya.
etika Lia keluar aparte pagi itu, hidungnya langsung menyergap aroma udara sejuk awal musim gugur. Ya, musim gugur telah merentangkan sayap-sayapnya di semenanjung Korea, mengubah warna daun-daun yang semula hijau menjadi kuning kemerahan, untuk kemudian rontok satu per satu. Entah dari mana munculnya perasaan ringan dan keriangan di dalam hatinya itu. Udara seolah bertabur konfeti dari pesta ulang tahun ke-17 seorang dara.
Ia memalingkan wajahnya ke arah matahari yang bersinar lembut keperakan. Membiarkan matahari mengulurkan sinarnya untuk menyentuh kulit wajahnya yang halus dan dihiasi sepasang mata yang begitu hidup dan bercahaya, bibir yang seolah selalu tersenyum, pipi yang kemerahan, dan hidung yang menguatkan kesan manis pada wajahnya. Wajah seorang wanita Jawa yang menjelma sebagai merpati yang berani terbang jauh, sendiri, meninggalkan negerinya di lingkar khatulistiwa.
Awan putih seperti kapas berarak di pucuk-pucuk langit yang seolah diselimuti warna ganih. Ia mengancingkan blazernya. Udara sejuk ini ih hitam yang semula disangkanya masih kerabat gagak di Jawa--yang terbang melintas terdengar. Orang Korea percaya, bila burung itu bersuara, pertanda orang yang dirindukan akan tiba. Persis seperti orang-orang tua di Jawa dulu mengatakan akan ada tamu yang datang jika ada kupu-kupu yang tersasar masuk ke dalam rumah. Ah, Korea, Indonesia, sama saja.
Lia menarik napas dalam-dalam. Baru beberapa minggu lalu ia merasakan sengatan matahari musim panas di semenanjung Korea yang dirasakannya lebih panas daripada Jakarta. Sekarang ia sudah harus mengenakan baju kerja yang lebih tebal untuk menahan serbuan udara yang berubah menjadi lebih sejuk dan berangin.
Wanita muda itu melangkahkan kakinya menuju kampus tempatnya mengajar. Ini semester keduanya di Korea Selatan. Beberapa bulan lalu ketika pertama kali tiba di kota ini, ia langsung jatuh cinta begitu melihat kampus itu. Letaknya yang unik, diapit oleh perbukitan hijau yang mengelilinginya, memanjakan mata Lia yang terbiasa dengan datarnya pemandangan metropolitan seperti Jakarta yang dibangun tanpa perencanaan dan tatakota yang matang. Sebentar lagi pemandangan kehijauan di sekitar kampusnya itu akan berubah, seiring dengan tibanya musim gugur. Daun-daun mulai berubah warna, untuk kemudian rontok seiring udara yang semakin dingin. Kecuali pinus, tentunya, yang perkasa melintasi musim demi musim.
Musim gugur konon melekatkan orang pada kenangan yang menyertai perjalanannya. Begitu pula dengan Lia, sambil berjalan menuju kampus, kenangan demi kenangan mencuri muncul di benaknya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)