NAMA :
DWI WAHYU SETIAWATI NINGSIH
KELAS : X IPA AKSELERASI
ABSEN : 04
SMAN 2 SELONG
JL.
TGKH M ZAINUDDIN ABDUL MAJID no.01 telp:(0376)21142
1. A. Pengolongan Budaya Politik Secara Umum
1. Budaya Politik Tradisional
Budaya politik tradisional ialah budaya
politik yang mengedepankan satu budaya dari etnis yang mengedepankan satu
budaya dari etnis tertentu yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, tertentu yang
ada di Indonesia budaya politik yang berangkat dari paham budaya politik yang
berangkat dari paham masyarakat Jawa.
2. Budaya Politik Modern
Budaya politik modern adalah budaya
politik yang mencoba meninggalkan karakter etnis tertentu atau pendasaran pada
agama tertentu.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, dikembangkan budaya politik modern yang dimaksudkan untuk tidak mengedepankan budaya etnis atau agama tertentu. Pada masapemerintahan ini ada dua tujuan yang ingin dicapai yakni stabilitas keamanan dan kemajuan.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, dikembangkan budaya politik modern yang dimaksudkan untuk tidak mengedepankan budaya etnis atau agama tertentu. Pada masapemerintahan ini ada dua tujuan yang ingin dicapai yakni stabilitas keamanan dan kemajuan.
B. Penggolongan
Budaya Politik Secara Khusus
a.
Berdasarkan Sikap yang Ditunjukan
1. Budaya Politik Militan
Budaya politik militan
dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang
sebagai usaha jahat dan menantang. Bila
terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh
peraturan yang salah, dan masalah
yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi. Dan menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama
2. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau
ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama.
Sikap netral atau kritis terhadap ide orang,
tetapi bukan curiga terhadap orang.
b. Berdasarkan Sikap terhadap Tradisi dan Perubahan
1. Budaya Politik yang Memiliki Sikap Mental yang
Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental
yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu
sempurna dan tak dapat diubah lagi. Budaya politik absolut tumbuh dari tradisi,
jarang bersifat kritis terhadap tradisi, berusaha memelihara kemurnian tradisi.
Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan.
Kesetiaan yang absolut terhadap
tradisi sehingga tidak memungkinkan
pertumbuhan unsur baru karena dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya
yang harus dikendalikan.
2.
Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif
biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat
melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai
kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini. Tipe akomodatif melihat
perubahan sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan dan mendorong usaha
perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
c.
Berdasarkan Orientasi politiknya
1.
Budaya Politik Parokial
Budaya
politik ini memiliki masyarakan yang kesadaran politiknya cukup rendah. Dan
tidak menaruh minat terhadap kegiatan politik yang luas, hanya terbatas pada keterkaitan
profesi. Tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik dan perubahan. Budaya politik parokial yang murni
terdapat pada masyarakat yang memiliki sistem tradisional yang sederhana dengan
tingkat spesialisaisi politik yang sangat minim. Contoh masyarakat yang
memiliki budaya politik demikian adalah masyarakat suku-suku di Afrika atau
komunitas-komunitas lokal yang otonom (kerajaan sentralistis) di Afrika atau di
benua lain di dunia.
2. Budaya Politik Kaula atau Subjektif
Budaya Kaula artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem
politik namun tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya
melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan input. Pada budaya politik ini,
masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya,
tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik kaula adalah mereka yang
berorientasi terhadap sistem politik dan pengaruhnya terhadap outputs yang
mempengaruhi kehidupan mereka seperti tunjangan sosial dan hukum. Namun mereka
tidak berorientasi terhadap partisipasi dalam struktur input. Contoh dari tipe
orientasi ini adalah golongan bangsawan Perancis. Mereka sangat menyadari akan adanya institusi
demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi keabsahan pada mereka.
3. Budaya Politik Partisipan
Budaya
politik partisipan adalah budaya politik di mana masyarakat memiliki kesadaran
politik yang cukup tinggi . Selalu berpartisipasi dalam memberikan masukan, dan
membuat tuntutan. Sehingga erjalin hubungan yang harmonis antara pemerintaha dengan
warga negara
2.
Mekanisme Sosialisasi Budaya Politik
Mekanisme pengembangan sosialisai politik.
a) Imitasi.
Melalui imitasi, seorang individu meniru terhadap
tingkah laku individu lainnya. Misalnya, Gus Dur adalah anak dari K.H. Wahid
Hasyim dan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari. Gus Dur sejak kecil akrab dengan
lingkungan pesantren dan budaya politik Nahdlatul Ulama, termasuk dengan
kiai-kiainya. Budaya tersebut mempengaruhi tindakan-tindakan politiknya yang
cenderung bercorak Islam moderat seperti yang ditampakan oleh organisasi
Nahdlatul Ulama secara umum.
b) Instruksi
Cara melakukan sosialisasi politik yang kedua
adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun
organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando. Melalui
instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di
dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa.
Cara instruksi ini juga terjadi di sekolah-sekolah, dalam mana guru mengajarkan
siswa tentang sistem politik dan budaya politik yang ada di negara mereka.
c) Motivasi
Cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir
adalah motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman,
membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain. Dapat
saja seorang individu yang besar dari keluarga yang beragama secara puritan,
ketika besar ia bergabung dengan kelompok-kelompok politik yang lebih bercorak
sekular. Misalnya ini terjadi di dalam tokoh Tan Malaka. Tokoh politik
Indonesia asal Minangkabau ini ketika kecil dibesarkan di dalam lingkungan
Islam pesantren, tetapi ketika besar ia merantau dan menimba aneka ilmu dan
akhirnya bergabung dengan komintern. Meskipun menjadi anggota dari organisasi
komunis internasional, yang tentu saja bercorak sekular, ia tetap tidak setuju
dengan pendapat komintern yang menilai gerapak pan islamisme sebagai musuh. Namun,
tetap saja tokoh Tan Malaka ini menempuh cara sosialisasi politik yang bercorak
motivasi.
Sarana alat yang dapat dijadikan sebagai
perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain:
a) Keluarga (family)
Keluarga.
Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk
karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling
dekat. Peran ayah, ibu,
saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu
individu. Tokoh Sukarno misalnya, memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap
Belanda melalui ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga
bangsawan Bali menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda
di saat mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran
dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya yang
terjajah oleh Belanda.
b) Sekolah
Sekolah. Selain keluarga, sekolah juga
menempati posisi penting sebagai agen sosialisasi politik. Sekolah merupakan
secondary group. Kebanyakan dari kita mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara,
pemerintah yang ada, dari sekolah dalam pembelajaran siswa dan gurunya saling
bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang
mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa
telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan
nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
c) Partai Politik
Salah
satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai
sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut
anggota kader maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye,
mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan
kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa
dapat memenangkan pemilu.
d) Peer group
Peer Group. Agen sosialisasi politik lainnya
adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary
Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu.
Apa yang dilakukan oleh
teman-teman sebaya tentu sangat mempengaruhi beberapa tindakan kita, bukan ?
Tokoh semacam Moh. Hatta banyak memiliki pandangan-pandangam yang sosialistik
saat ia bergaul dengan teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda.
Melalui kegiatannya dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan
konsep koperasi sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari.
Demikian pula pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan
jalan dengan Sukarno di masa kemudian.
e)Media Massa.
Media massa merupakan agen sosialisasi politik
secondary group. Tidak perlu
disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita
yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabat cetak, internet,
ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak
mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun
menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau
cenderung ‘berlebihan.’
f) Pemerintah.
Pemerintah
merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik.
Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah
biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata
pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara,
pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak
langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui
tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini
mempengaruhi budaya politiknya.
3.
Pentingnya Sosialisasi bagi Pengembangan Budaya Politik
Pentingnya
sosialisasi bagi pengembangan budaya politik membuat seseorang dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan di tengah-tengah masyarakat
dan budayanya. Seseorang juga dapart
mengetahui kehidupan politik, juga memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam
bidang politik. Proses sosialisasi ini dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga
pendidikan dan lembaga-lembaga politik.
0 komentar :
Posting Komentar