Sabtu, 14 Juli 2012 0 komentar

Balon Yang Dapat Meniup Sendiri


PRAKTIKKUM KIMIA

BALON YANG DAPAT MENIUP SENDIRI
















NAMA                   : DWI WAHYU SETIAWATI NINGSIH
KELAS                 : XI IPA AKSELERASI
ABSEN                 : 04








SMAN 2 SELONG
JL. TGKH M ZAINUDDIN ABDUL MAJID no.01 telp:(0376)21142


BAB I

1.1  Tujuan.
Untuk mengetahui gas yang terbentuk dari pencampuran asam dan basa yaitu asam cuka dan soda kue.

1.2Latar Belakang.
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.
Senyawa ini disebut juga baking soda (soda kue), Sodium bikarbonat, natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang".
Senyawa yang bersifat asam yang dicampurkan dengan senyawa basa akan menghasilkan senyawa yang netral.Untuk membuktikan hal tersebut di lakukan percobaan senyawa asam lemah pada larutan asam cuka (CH3COOH) dengan senyawa basa kuat pada larutan soda kue (NaHCO3) .

0 komentar

YuI Goodbye To You

0 komentar

Yui Goodbye Days

0 komentar

Cerpen Setahun Di Kota Kecil

Setahun Di Kota Kecil

Guna Sitompul

Nana memilih bekerja di Kota Kecil, tak hanya untuk membuktikan kepada teman-temannya bahwa ia sanggup, tapi juga ingin tahu, apakah ia istimewa di hati ayahnya….
Nana tidak pernah mengkhawatikan posisinya di bank tempatnya bekerja. Hal yang paling merisaukannya, apabila dia tidak bisa lagi menulis. Di mana pun dia berada, asal dapat menulis, hal lainnya dapat ditoleransi. Nana dan rekan seangkatannya — semuanya dua puluh lima orang — karyawan baru di Bank Nasional. Setelah melewati masa pelatihan selama sebelas bulan, mereka ditempatkan di cabang-cabang bank di daerah.
Nana memilih Kota Kecil di Sumatra, karena merupakan tanah leluhurnya. Keluarga besarnya bermukim di sana. Sebenarnya, Nana bisa memilih kantor pusat, karena bosnya sangat membutuhkan tenaga analis seperti dirinya.
Selama pelatihan, dialah satu-satunya orang yang beruntung karena bisa magang di kantor pusat. Hal ini tak terlepas dari latar belakang pendidikannya, strategi manajemen. Kepala bagian pelatihan menilai Nana cenderung berpikir secara konseptual ketimbang secara teknis. Alasan inilah yang membuat Nana mendapat kesempatan magang di kantor pusat, di mana kebijakan-kebijakan disusun secara konseptual.
Tapi, toh, Nana memilih Kota Kecil dengan berbagai pertimbangan yang sebelumnya telah dibicarakannya dengan Pak Adi, mantan dosennya di universitas. Ia ingin tahu bagaimana rasanya bekerja berhadapan langsung dengan nasabah, selain tentu saja ingin lebih dekat dengan keluarga besarnya.
“Ibu saya pendiam, Ayah suka mengatur. Mungkin mereka pasangan yang cocok. Ah, entahlah. Tapi, pada dasarnya, saya kurang mengenal mereka. Dari kecil saya tinggal dengan Ompung, nenek dari pihak Ibu, sampai beliau meninggal lima tahun lalu. Ayah jarang berbicara dengan anak perempuannya. Ia lebih dekat dengan adik laki-laki saya. Sungguh, saya sangat ingin lebih mengenal keluarga besar saya.” Pak Adi mendengarkan cerita Nana sambil menekuk tangannya. Matanya yang teduh dan wajah ramahnya mendorong mahasiswa bercerita terbuka kepadanya.
“Akan ada mutasi di kantor, Pak. Saya bisa saja memilih kota metropolitan, tapi lowongan di Kota Kecil, tempat kelahiran saya, rasanya lebih menarik. Ada baiknya jika saya bertugas di sana. Saya punya waktu untuk mengenal keluarga lebih dekat,” Nana melanjutkan. Matanya menerawang, memandang ke sekeliling ruangan Pak Adi, sesuatu yang selalu dilakukannya bila dia ingin menangis. “Saya ingin tahu, apakah ada tempat yang istimewa bagi saya di dalam hati Ayah,” Nana akhirnya berkata pelan sembari membuang mukanya, agar tidak tampak seperti orang yang bersedih.
Pak Adi memberi jawaban setelah menunggu emosi Nana reda. “Ikutilah kata hatimu, Nak. Saya termasuk orang yang mengikuti kata hati. Walau terkadang yang saya lakukan itu tidak selalu yang terbaik, setidaknya dengan mengikuti kata hati, saya jujur pada diri sendiri.”
“Oh, ya. Ada hal lain lagi, Pak! Sebenarnya saya juga bertaruh dengan teman-teman di kantor pusat. Mereka bilang, saya tidak mampu bertahan di kantor cabang selama satu tahun. Mereka bilang, saya sangat kaku dan tidak ramah. Mereka bahkan mengatakan, seminggu pun saya tidak tahan, karena saya akan bertemu dengan banyak nasabah yang memiliki beragam karakter!” Nana cemberut, membuat Pak Adi geli melihatnya. Dibayangkannya wajah gadis itu ketika digoda teman-teman sekantornya. Pasti dia cemberut seperti saat ini!
“Saya benar-benar merasa dilecehkan, Pak. Kemampuan inteligensi saya dipertanyakan. Saya ingin membuktikan, bahwa saya mampu bekerja di kantor cabang dan menghadapi nasabah dengan berbagai sifat. Bukan hanya seminggu atau dua minggu, tapi satu tahun penuh! Saya yakin, saya pasti mampu!”
Kalau saja Nana dapat menyemburkan api seperti naga, pastilah Pak Adi sudah terbakar. Yang jelas, mantan dosennya itu hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa lucu, karena tampaknya Nana tidaklah membutuhkan jawaban lagi darinya. Gadis itu sudah mengambil keputusannya sendiri!
Akhirnya, Nana bertugas ke Kota Kecil. Ia sempat menyesali keputusannya, karena merasa akan masuk ke dalam mulut harimau yang siap melumat dirinya Tapi, Eve, salah seorang mentornya yang selalu berusaha memahami dirinya yang kaku, sudah membekalinya banyak hal. Bahkan, Eve meminta Bebe — seorang teman seangkatannya ketika diterima bekerja di bank, yang kebetulan bertugas di Kota Kecil— untuk membantu Nana.

0 komentar

Cerpen Senandung Musim Gugur


Senandung Musim Gugur
Rahmat H. Cahyono



Di kelas, Lia tetaplah kyosu, dosen yang harus dihormati. Di luar, bolehlah para mahasiswa itu menganggapnya onni atau nunna, kakak wanita yang galak, tapi tetap dekat dengan mereka.

etika Lia keluar aparte pagi itu, hidungnya langsung menyergap aroma udara sejuk awal musim gugur. Ya, musim gugur telah merentangkan sayap-sayapnya di semenanjung Korea, mengubah warna daun-daun yang semula hijau menjadi kuning kemerahan, untuk kemudian rontok satu per satu.
Entah dari mana munculnya perasaan ringan dan keriangan di dalam hatinya itu. Udara seolah bertabur konfeti dari pesta ulang tahun ke-17 seorang dara.

Ia memalingkan wajahnya ke arah matahari yang bersinar lembut keperakan. Membiarkan matahari mengulurkan sinarnya untuk menyentuh kulit wajahnya yang halus dan dihiasi sepasang mata yang begitu hidup dan bercahaya, bibir yang seolah selalu tersenyum, pipi yang kemerahan, dan hidung yang menguatkan kesan manis pada wajahnya. Wajah seorang wanita Jawa yang menjelma sebagai merpati yang berani terbang jauh, sendiri, meninggalkan negerinya di lingkar khatulistiwa.

Awan putih seperti kapas berarak di pucuk-pucuk langit yang seolah diselimuti warna ganih. Ia mengancingkan blazernya. Udara sejuk ini ih hitam yang semula disangkanya masih kerabat gagak di Jawa--yang terbang melintas terdengar. Orang Korea percaya, bila burung itu bersuara, pertanda orang yang dirindukan akan tiba. Persis seperti orang-orang tua di Jawa dulu mengatakan akan ada tamu yang datang jika ada kupu-kupu yang tersasar masuk ke dalam rumah. Ah, Korea, Indonesia, sama saja.

Lia menarik napas dalam-dalam. Baru beberapa minggu lalu ia merasakan sengatan matahari musim panas di semenanjung Korea yang dirasakannya lebih panas daripada Jakarta. Sekarang ia sudah harus mengenakan baju kerja yang lebih tebal untuk menahan serbuan udara yang berubah menjadi lebih sejuk dan berangin.

Wanita muda itu melangkahkan kakinya menuju kampus tempatnya mengajar. Ini semester keduanya di Korea Selatan. Beberapa bulan lalu ketika pertama kali tiba di kota ini, ia langsung jatuh cinta begitu melihat kampus itu. Letaknya yang unik, diapit oleh perbukitan hijau yang mengelilinginya, memanjakan mata Lia yang terbiasa dengan datarnya pemandangan metropolitan seperti Jakarta yang dibangun tanpa perencanaan dan tatakota yang matang. Sebentar lagi pemandangan kehijauan di sekitar kampusnya itu akan berubah, seiring dengan tibanya musim gugur. Daun-daun mulai berubah warna, untuk kemudian rontok seiring udara yang semakin dingin. Kecuali pinus, tentunya, yang perkasa melintasi musim demi musim.

Musim gugur konon melekatkan orang pada kenangan yang menyertai perjalanannya. Begitu pula dengan Lia, sambil berjalan menuju kampus, kenangan demi kenangan mencuri muncul di benaknya.
0 komentar

Cerpen Kisah Ku

KISAH KU

Ku mengenal dia tanpa sengaja dan ku mencoba akrab dengannya. Dia adalah mantan kekasih temanku. Ku hanya ingin menghiburnya dari ketepurukan hingga ku masuk dalam hidupnya sebagai seorang kekasih. Tapi ku tak bisa membuatnya benar-benar bangkit dari semua itu. Hingga suatu hari ku menyadari bahwa aku memiliki perasaan yang berbeda terhadap dirinya, tetapi ku hanya bisa mengubur dalam-dalam semua perasaan itu karena ku tahu rasa sayang dan cinta miliknya hanya untuk seseorang. Hingga akhirnya hubungan ku dan dia berakhir. Saat itu ku coba untuk merelakannya pergi tapi ternyata ku tak bisa, sampai suatu hari ku coba untuk jujur kepedanya bahwa ku memiliki rasa sayang untuknya. Ku tak pernah mendapatkan jawaban dari kejujuran ku, tapi yang dia katakan hanyalah “Tunggu”. Aku tak tahu sampai kapan ku harus menunggunya. Sampai akhirnya ku tahu dia telah memiliki seseorang hadir dalam hidupnya, aku tak bisa menggambarkan perasaan ku saat itu. Dalam penantian ku hingga ku tahu dia telah termiliki, aku berada dalam keterpurukan, tangisan, kesedihan hingga ku tak tahu bagaimana rasa sakit itu. Tapi aku sadar, aku harus bangkit dari segala keterpurukan dan kesedihan ku.
Sembilan bulan berlalu itu bukanlah waktu yang cukup singkat buat ku untuk dapat melupakannya walaupun sulit bagiku. Selama itu pula ada sahabat-sahabat aku yang selalu ada disampingku membuatku bisa tersenyum kembali. Usaha ku selama itu membuahkan hasil, aku dapat melupakannya sedekit demi sedikit. Tapi Tuhan berkehendak lain dia hadir kembali dalam hidup ku. Sungguh pilihan yang sangat sulit
0 komentar

Cerpen Cinta Asya


Cinta Asya

"Ji, jujur aku nggak bisa lagi menahan semua perasaan yang meluap-luap ini," ucapku kikuk pada sosok lelaki kurus semampai yang sedang berdiri kaku di hadapanku.
"Jadi?" tanyanya dengan kikuk pula.
"Aku rasa, kamu sudah tahu tentang isi hati aku. Kalau boleh jujur, kamu itu cinta pertama aku. Kamu bisa membuat aku mengerti cinta yang sebenarnya. Dan...," tiba-tiba kata-kataku dipotong.
"Sya, aku mau minta maaf sebelumnya. Sebenarnya aku," Eji menggantung ucapannya
"Sebenarnya apa Ji?" tanyaku dengan harap-harap cemas. Mataku terus menatapnya, mencari-cari sebuah jawaban lewat mata elangnya itu.
"Se, sebenarnya aku tidak ada rasa sedikitpun sama kamu! Sebaiknya, kamu melupakan saja semua tentang aku! Ada orang lain yang lebih mencintaimu dan dapat membahagiakanmu. Yang jelas orang itu bukan aku," dengan menghembuskan nafas dengan masygul, ia menjawab pertanyaanku tadi sebelum akhirnya ia meninggalkanku. Kurasakan hawa dingin menyergapku ketika mendengarkan ucapannya itu. Haru, kesal, kecewa, sekaligus malu bercampur aduk dalam hatiku. Rasanya aku lah seoran perempuan paling malang dan paling bodoh hari itu. Apa yang kurang dariku, sampai-sampai ia tega menolak cintaku seperti itu?
"Ji," panggilku pelan. Saat itu, garasi belakang sekolah yang bisu lah yang menjadi saksi sejarah hidupku yang paling 'menggenaskan' tersebut.
"Sya, berusahalah untuk melupakan aku! Aku bukan diciptakan untuk mendampingimu!" sahutnya.
Air mataku luruh jatuh satu persatu membasahi pipiku yang putih bersih ketika mendengarkan kata-kata itu. Aku tersedu. Lelaki yang pertamakalinya dapat membuatku jatuh cinta seperti ini, malah mengucapkan kata-kata seperti ini. Cinta pertama yang menyedihkan, pikirku. Saat itu, ingin kurangkai kata-kata menjadi sebuah sajak yang mewakili isi hatiku yang tengah perih ini.
"Aku merunduk sepi
Menatap pelangi kelabuku
Sejak kau pergi meninggalkanku
Hatiku terasa perih tak bertepi"
Kuputuskan untuk pulang saja. Tak baik jika menangis sendirian di areal sekolah yang telah kosong ditinggalkan penghuninya sejak dua jam yang lalu ini.
"Ji, sampai kapan pun, mungkin aku nggak bisa untuk melupakan kamu!" lirihku.
* * *
 
;